Mereka yang Kita Sebut “Keluarga”.
- Galuh Ginanti
- Jun 14, 2014
- 2 min read
Updated: Dec 5, 2024
Saya yakin, diantara kalian yang membaca tulisan ini pasti pernah merasa terpuruk dengan kondisi keluarga masing-masing. Entah karena masalah yang sangat sepele hingga yang paling berat sekalipun. Stres? Sudah sampai mana level ke-stres-an yang pernah kalian alami?
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, bukan? (Pertanyaan saya ini nggak termasuk untuk yang pikirannya picik, milih jalan pintas melulu). Saya tahu karakter setiap orang berbeda-beda. Beruntunglah kalian yang memiliki stok kesabaran ekstra untuk menghadapi situasi tersebut yang pastinya membuat kalian perlahan-lahan tapi pasti menjadi sosok yang tegar dan dewasa.
Di suatu malam (beuh bahasanya!), sendirian, saya mencoba untuk flashback ke masa-masa 16 tahun ke belakang ketika saya sedikit tidaknya, sudah mulai bisa mengingat. Apa saja? Banyak. Kenangan baik, kenangan buruk. Perlakuan baik juga perlakuan baik. Perbuatan baik dan buruk. Nah, setelah itu apa? Menyesal? Nggak sama sekali. Saya malah sangat bersyukur! Coba deh pikirin, kalian hidup dengan diri kalian sekarang, HIDUP ya. Sebagai MANUSIA UTUH dan NORMAL tanpa kurang suatu apapun. In my opinion, kesempatan hidup sebagai manusia sudah menjadi salah satu modal untuk membuat hidup kalian berkualitas. Sisanya, cuma bonus dari karma ente ya, gan.
Nah, pikiran saya kembali menjelajah kenangan bersama keluarga saya. Orang tua yang melahirkan saya, saudara yang menemani saya hidup, bagaimana kami tumbuh, kebahagiaan, keceriaan dan masalah, semuanya memang memberi pengaruh besar terhadap pembentukan karakter saya. 70%. Sisanya pergaulan. Hahaha! (Lain ceritanya kalau si anak jadi puteri rumahan. 98% persen karakter memang dibentuk oleh keluarga, dan 2% lainnya natural habit). See? Keluarga adalah segalaaaanya. Bersyukurlah kalian yang mempunyai keluarga, walaupun hanya satu, walaupun bukan sedarah, walaupun tidak kalian kenal, atau bahkan mereka hanya sepotong baju? Obviously, baik atau buruk, mereka memang keluarga.

“Ini keluarga saya. Saya akan memperlakukan mereka dengan baik karena merekalah yang memberi start pada hidup saya sehingga diri saya menjadi lebih bermakna“.
Saya selalu membandingkan hidup saya dengan beberapa teman dekat dan menganalisis kenapa saya harus lebih bersyukur ketimbang menyesal dengan kondisi kehidupan di keluarga saya sekarang. Mungkin pernah saya iri dengan beberapa dari mereka, berkhayal seandainya keluarga saya mampu dan berkecukupan, bisa pergi ke luar negeri kapanpun kami mau, siap finansial menyekolahkan saya dan saudara ke kampus terbaik, memberi peluang saya untuk membuka pengalaman baru, spending family time every weekend, dan banyak hal lain yang sudah tentu menyenangkan. Well, those fancy lists are too perfect to be true. Tapi yah, the one and only magic word I could say is : Be Grateful!
Jadi siklusnya, jika kalian mengalami masalah dalam keluarga, kurang lebih dalam gambaran seperti ini:
Hidup – Masalah – Ngga Terpengaruh/Jatuh/Terpuruk* – Stay Calm/Bangkit* – Bersyukur – Lanjutin Hidup
* = syarat dan ketentuan berlaku.
Jadi siapapun keluarga kalian, bagaimanapun kondisi keluarga yang ada saat ini, mereka tetaplah bagian yang kalian sebut dengan KELUARGA. Jika ada masalah keluarga, saran saya hentikan jiwa ababil dalam diri anda, saudara sebangsa dan setanah air. Kurangi marah-marah. Kurangi mengeluh. Kurangi menyesali apa yang telah kalian miliki atau dapatkan, karena bahkan masalah keluargamu sendiri, tidak akan kekal dibawa mati.
Saya banyak ngomong? Saya menggurui?
Tenang, kritik dan saran bisa ditempel di kolom komentar 😉
Thank you for reading, fellas! Lots of love,

Comments